Minggu, 31 Agustus 2008

1429 H

Marhaban ya
Ramadhan,
Bulan dimana nafas kita menjadi tasbih, tidur kita menjadi ibadah,
amal kita diterima dan do'a kita di ijabah,

Sungguh
cantik kain plekat, dipakai orang pergi ke pekan.
Puasa Ramadhan semakin
dekat, silap dan salah mohon dimaafkan
Berharap
padi dalam lesung, yang ada cuma rumpun jerami,
harapan hati bertatap
langsung, cuma terlayang e-mail ini.
Sebelum
cahaya surga padam, Sebelum hidup berakhir...



Ramadhan merupakan bulan suci yang menyucikan, meluruhkan berbagai kotoran jasad dan jiwa. Sejuta keutamaannya membuat orang merasa rugi jika menyia-nyiakan keberadaannya.
Ramadhan dengan berbagai kelebihannya menjadi berharga karena ‘perintah’. Berpuasa menjadi tidak bernilai jika di satu sisi kita ‘mengejar’ keutamaan Ramadhan, namun di sisi lain kita meninggalkan aturan yang telah ditetapkan-Nya.
Seringkali terjadi jika seseorang berpergian jauh (musafir) atau sakit, ia merasa kurang enak (sreg) jika berbuka. Atau merasa kurang afdhal (utama) jika berbuka. Atau merasa berat jika ia mesti membayarnya di lain waktu. Ia merasa rugi jika ‘kehilangan’ puasa ramadhan-nya, tapi ia tidak merasakan kasih sayang Allah telah lenyap dari jiwanya. Ia lebih mengutamakan karunia Ramadhan daripada yang menciptakan ramadhan (Allah SwT).
Ramadhan mesti diisi dengan ketundukan dan ketaatan, dan tidak mesti dengan puasa. Apalah arti puasa yang tidak menyambut sifat Rahim Allah kepadanya dengan meninggalkan rukhshah (keringanan) yang Allah berikan kepadanya.
Allah SwT berfirman: “Allah menghendaki kemudahan untukmu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”. (QS. Al-Baqarah[2]: 185)
Rasulullah Saw bersabda:
“Sebaik-baik umatku adalah apabila pergi jauh (musafir) dia berbuka puasa dan shalat Qashar”. (HR. Thabrani)
“Sesungguhnya Allah mencintai jika kemurahan-kemurahan-Nya diambil sebagaimana Dia mencintai jika fardhu-fardhu-Nya dikerjakan. Sesungguhnya Allah mengutusku untuk menyampaikan agama yang lurus lagi mudah, yakni agama Ibrahim As”. (HR. Ibnu ‘Asakir)
“Kerjakanlah yang fardhu, terimalah keringanan (kemurahan-Nya), biarkanlah orang-orang, maka sungguh kamu dipelihara dari gangguan mereka”. (HR. Al-Khathib)
Tujuan puasa adalah meraih nilai-nilai ketaqwaan, bukan semata-mata mencari-cari keutamaan Ramadhan dengan meninggalkan kewajibannya sebagai seorang muslim. Bukanlah dengan adanya Ramadhan kita membabi buta menggapai gelimang cahayanya, tapi kita tinggalkan esensi kehambaan kita kepada Allah.
Apabila kewajiban suami istri mesti ditinggalkan dengan alasan mengejar keutamaan Ramadhan, berarti ia belum mengerti nilai ketakwaan sesungguhnya. Misalnya, seorang istri yang menolak ajakan suaminya di bulan Ramadhan karena alasan ingin mengkhatamkan Al-Quran adalah adalah sikap yang amat keliru.
Universitas Ramadhan adalah pelatihan individu dan sosial menuju martabat ketakwaan, yakni membentuk SDM yang bersikap Sami’na wa Atho’na, turut perintah dengan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi apa yang dilarangnya. Jika Ramadhan ini tidak membentuk sikap ketaqwaan, maka gagallah usaha dan jerih payah perjuangan Ramadhan yang dilakukannya.
Konsep ketaqwaan sebagai halte terakhir Ramadhan bukanlah hanya dilakukan dalam 1 bulan, namun perjalanannya berkelanjutan. Konsep ketaqwaan adalah konsep harian bukanlah bulan Ramadhan saja. Firman Allah SwT: ‘Ayyaamam ma’duudaat’, pada hari-hari yang ditentukan (bukan bulan-bulan yang ditentukan).
Buah Ramadhan adalah kesabaran. Namun kesabaran itu tidak bernilai jika tidak didasari nilai ketaqwaan. Banyak umat lain selain Islam menyodorkan doktrin kesabaran, namun kesabarannya tiada arti di sisi Allah karena tidak didasari sikap ‘turut perintah’ terhadap konsep keselamatan.
Rasa lapar juga merupakan bagian penderitaan para Nabi dan Shalihin terdahulu yang manfaatnya teramat besar bagi madrasah pembenahan jiwa. Namun keadaan lapar itu juga tidak bearti di sisi Allah jika tidak berpijak pada sikap ‘turut perintah’. Sikap ini menjadi acuan semua ibadah kepada Allah.
Karena sikap turut perintah-lah yang menyebabkan kita menghadap ke kiblat setiap hari. Sikap inilah yang menyebabkan kita mau mencium hajar aswad, mengelilingi bangunan batu (Ka’bah), berlari-lari (Sa’i), melaparkan diri (berpuasa), dan sebagainya.
Saat seseorang kembali ke fitrah (titik nol), dikhawatirkan ia akan kembali lagi ke koordninat minus jiwa karena ia belum mengenal nilai-nilai ketaqwaan, yakni turut perintah. Jika kita mampu berbuat di bulan Ramadhan, mengapa di bulan lainnya tidak?
“Betapa banyak orang yang berpuasa yang tidak maraih apa-apa melainkan rasa lapar dan dahaga”, Nabi Saw mengingatkan. Karena ia tidak mampu mempersembahkan nilai ketaqwaan sesudah fitrahnya.

Ibnu Qayyim al-Jauziyyah bertutur, semoga Allah melimpahkan rahmat atasnya, di antara arahan-arahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada bulan Ramadhan adalah:

1. Memperbanyak ibadah.

Jibril mengkaji al-Qur’an bersama Rasulullah pada bulan Ramadhan, dan bila ditemui Jibril, Beliau lebih dermawan, dan lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan, memperbanyak shadaqah, memperbanyak kebajikan kepada manusia, memperbanyak membaca al-Qur’an, shalat, dzikir dan i’tikaf.

Berbeda dengan bulan-bulan lain, Beliau mengkhususkan Ramadhan untuk ibadah, sampai-sampai Beliau terkadang berpuasa wishal (puasa dari fajar berlanjut hingga malam hari) agar dapat menggandakan jam-jam siang dan malam untuk ibadah. Padahal beliau sendiri melarang sahabatnya puasa wishal, sahabat pun bertanya; “Engkau sendiri berpuasa wishal?” Nabi menjawab:
Keadaanku tidak seperti keadaan kalian. Aku bermalam di bawah lindungan Rabb-ku. Dia memberiku makan dan minum.” (HR Buhkari & Muslim).

Allah memberi makan kepada Rasulullah pada saat beliau berpuasa wishal dengan ma’rifah, hikmah dan limpahan sinar kerasulan, bukan makan dan minum dalam arti yang sesungguhnya. Sebab bila demikian halnya, berarti Rasulullah tidak berpuasa. Ketika matanya bersinar karena menghadap Rabb-nya, ketika hantinya menjadi lapang karena mencapai maksud, ketika hatinya menjadi tentram karena mengingat Rabb-Nya, ketika keadaannya membaik karena kedekatan dengan Rabb-nya, saat itu beliau lupa makan dan minum seperti yang dikatakan orang terdahulu:

Makanan ruh adalah makanan spiritual
dan bukan makan, bukan pula minum
kekurangan harta
tak akan mengganggumu sama sekali
apabila Anda telah mengenal Rabb-mu
.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling banyak dzikir dan ibadah kepada Allah. Beliau jadikan Ramadhan sebagai musim ibadah, sebagai saat untuk dzikir dan membaca al-Qur’an. Malamnya beliau pergunakan untuk bangun bermunajat dengan Rabb-nya, merintih kepada-Nya, memohon pertolongan, dukungan, kemenangan dan petunjuk dari-Nya, membaca surat yang panjang-panjang, memanjangkan ruku’ dan sujud. Keadaan bagaikan orang lahap yang tidak kenyang dengan ibadah. Beliau jadikan shalat malam sebagai bekal, patok dan kekuatan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

Wahai orang yang berselimut, bangunlah pada malam hari untuk shalat kecuali sedikit.” (QS.al-Muzammil: 1-2).

Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu: mudah-mudahan Rabb-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (QS.al-Isra’: 79).

Siang harinya beliau pergunakan untuk berdakwah, berjihad, memberi nasehat, mendidik, memberi peringatan dan memberi fatwa-fatwa.


2. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan umatnya untuk bersantap sahur, dalam sebuah hadits shahih dikatakan:

Bersantap sahurlah, sesungguhnya dalam sahur itu terdapat berkah.”
Sebab waktu sahur penuh berkah karena ia berada pada sepertiga malam, waktu turunnya wahyu dan waktu istighfar. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
Dan yang memohon ampun di waktu sahur.” (QS.Ali-Imran: 17),
Dan di akhir malam, mereka memohon ampun kepada Allah.” (QS.Adz-Dzariyat: 18).

Kemudian, sahur merupakan penopang puasa dan ibadah, ia juga merupakan memanfaatkan nikmat untuk menyembah kepada Yang Memberinya.


3. Dalam banyak hadits shahih, baik berupa perintah atau perbuatan nabi sendiri, beliau menyegerakan buka setelah terbenam matahari, beliau buka dengan kurma atau air. Sebab makanan yang paling tepat untuk perut yang sedang kosong adalah makanan yang manis-manis, di samping itu kurma mengandung gizi yang sesuai untuk orang yang berpuasa.


4. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Sesungguhnya orang yang berpuasa pada saat berbuka mempunyai waktu di mana do’anya tidak di tolak .”
Dan Rasulullah sendiri berdo’a agar memperoleh kebaikan dunia dan akhirat.


5. Rasulullah berbuka sebelum shalat Maghrib.
Dalam hadits shahih disebutkan bahwa beliau bersabda,
Bila malam telah datang dari sini dan siang berlalu dari sini, maka orang yang berpuasa sudah berbuka .”


6. Bila Rasulullah berpergian pada bulan Ramadhan, beliau puasa kemudian berbuka, sedangkan para sahabat dipersilakan memilih puasa atau buka.


7. Rasulullah menyuruh para sahabat berbuka apabila telah dekat dengan musuh agar mereka mempunyai kekuatan memerangi mereka.

Beliau pergi berperang pada bulan Ramadhan, bahkan perang Badar terjadi pada bulan Ramadhan, dan Allah memberinya kemenangan yang dunia tidak pernah mendengar kemenangan serupa. Rasulullah berbuka pada dua peperangan yang terjadi pada bulan Ramadhan seperti yang diriwayatkan Tirmidzi dan Ahmad dari Umar r.a. Rasulullah juga tidak memberi batasan jarak perjalanan yang memungkinkan orang yang berpuasa dapat berbuka, tak ada hadits shahih satu pun berkenaan dengan itu.


8. Rasulullah pernah keburu datang fajar, padahal beliau berhadats besar, beliau kemudian mandi setelah fajar dan berpuasa. Beliau juga mencium sebagian istrinya dan beliau berpuasa pada bulan Ramadhan. Ciuman orang yang berpuasa terhadap istrinya diserupakan dengan berkumur-kumur.


9. Orang yang makan dan minum karena benar-benar lupa, tidak dihukumi batal puasanya, Allah-lah yang memberi makan dan minum.

Menurut hadits shahih yang membatalkan puasa adalah makan, minum, berbekam, muntah. Al-Qur’an menunjukkan bahwa jima’ (bersetubuh) membatalkan puasa sebagaimana makan dan minum.


10. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf di masjid pada sepuluh hari akhir Ramadhan. Hatinya ia himpun dengan Allah, benaknya ia kosongkan dari segala urusan dunia, matahatinya ia arahkan ke malaikat langit dan bumi, ia minimalkan bertemu dengan manusia sehingga dapat lebih banyak terputus hubungan dengan keduniaan, memperbanyak permohonan kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang Mahamulia. Ia memantapkan hatinya untuk mengkaji asma dan sifat-sifat Allah, menelaah ayat-ayat yang jelas, merenungi ciptaan Allah ta’ala yang menguasai langit dan bumi. Subhanallah, berapa banyak makrifah yang beliau peroleh, betapa sinar cahaya tampak jelas padanya, betapa banyak hakekat yang beliau beruntung mendapatkannya.

Saudara-saudari kami rahimakumullah,
Rasulullah kita tercinta, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling mengenal Allah, orang yang paling takut kepada adzab Allah, orang yang paling takwa kepada Allah, dan orang yang paling tinggi derajat tawakalnya kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Orang yang paling banyak berkorban dengan apa yang dimiliki dalam jalan yang Allah ridhai. Apa yang dihembuskan wewangian, apa yang disuarakan merpati, dan apa yang dinyanyikan burung Bulbul, semoga merupakan do’a agar rahmat dan salam dilimpahkan atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
.

SEMOGA DI SHAUM ini KITA DAPAT MENGOPTIMALKAN DIRI MENUJU TAQWA ILAHI..
Selamat Menunaikan Ibadah Shaum RAMADHAN 1429 H

Selengkapnya......